Senin, 02 April 2012

Drama Politik Kenaikan Harga BBM

"Ada gerakan aneh. Intinya, pemerintahan SBY harus jatuh sebelum 2014 dengan alasan yang dicari-cari oleh kelompok yang sebenarnya tidak mau berjuang di jalan demokrasi ….” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono [www.suaramerdeka.com, 20-3-2012])
MENJELANG kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 April 2012, gerakan penolakan semakin masif, baik di ibu kota maupun di berbagai daerah seantero Indonesia. Demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat semakin membeludak menghadapi kenaikan harga BBM yang direncanakan hingga Rp1.500 per liter atau 33 persen itu.

Demikian pula yang terjadi di DPR. Sejumlah fraksi tak menyetujui rencana ini. PDIP sebagai partai oposisi jauh-jauh hari menolak dan kini disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meski ia merupakan partai koalisi. Tak ayal, partai ber-Sekjen Anis Matta ini pun dianggap tidak setia oleh partai pendukung pemerintah, Partai Demokrat (PD).

Saling tuding antara PKS dan PD pun tak terelakkan. PKS dianggap menyalahi kontrak koalisi. Sementara PKS merasa PD terlalu reaktif menanggapi surat penolakan kenaikan harga BBM yang dilayangkan partai berlambang padi-kapas tersebut beberapa waktu lalu hingga menjadikan hal ini ter-blow up luas oleh media.

Masing-masing pihak merasa paling benar dan berusaha untuk mendapatkan simpati rakyat. Karena semakin populernya politik pencitraan yang dilakukan oleh para elite politik di negeri ini.

Tak bisa dimungkiri, kenaikan harga BBM dapat memicu sejumlah dampak negatif yang akan menyengsarakan rakyat. Meskipun pemerintah bersedia memberikan kompensasi berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Akan tetapi, BLSM bukanlah sebuah jaminan gejolak perekonomian Indonesia akan stabil pascakenaikan harga BBM.

Sepekan menjelang 1 April 2012 saja, sejumlah harga kebutuhan pokok terus melambung. Selain itu, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan naiknya biaya transportasi dengan kisaran yang cukup tinggi, sama tingginya seperti apa yang terjadi pada BBM itu sendiri.

Ancaman PHK pun menghantui para buruh karena tak kuatnya dunia industri menghadapi tingginya kenaikan biaya produksi. Berdasarkan hal-hal tersebut, semuanya bermuara pada satu inti, kemiskinan. Indonesia dikhawatirkan akan terpuruk dan daya beli masyarakat menurun.

BLSM hanyalah sebuah upaya menjaga citra pemerintah yang kini semakin jatuh karena kebijakannya sendiri. Menaikkan harga BBM di tengah kesejahteraan rakyat Indonesia yang rendah adalah kebijakan yang sama sekali tidak populer.

BLSM layaknya permen yang diberikan kepada anak kecil sebagai pembujuk setelah ia dibuat menangis. BLSM sama sekali tidak menjadi solusi alternatif. Ia tidak mendidik dan dapat memicu sejumlah permasalahan lain, seperti korupsi, pendataan penduduk miskin yang tidak akurat, pendistribusian yang tidak tepat sasaran, hingga masarakat yang tidak kebagian akan merasa terdiskriminasi.

Alasan pemerintah menaikkan harga BBM karena APBN akan mengalami defisit jika terus mensubsidinya hanyalah justifikasi dan mencerminkan ketidakberdayaan pemerintah terhadap dominasi asing, dimana 89 persen migas dikuasai oleh mereka (Din Syamsudin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah [Tribun Jabar, 24-03-2012]).

Selain itu, menaikkan harga BBM merupakan gambaran ketidakberhasilan pemerintah dalam mengelola APBN dengan baik. Juga ketidakkreatifannya dalam mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di Indonesia.

Sejumlah opsi yang dapat digunakan sebagai alternatif agar tidak menaikkan harga BBM, di antaranya, pemerintah harus melakukan efisiensi pada berbagai lini/pos pengguna APBN. Juga menekan penguasaan migas oleh asing dan mengembalikannya ke dalam pengelolaan negara. Sesuai dengan apa yang diamanatkan UUD 1945 pasal 33 yaitu, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Hal lain yang perlu dilaksanakan pemerintah adalah mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.

Perdebatan, penolakan, dan demonstrasi kenaikan harga BBM yang seolah dianggap upaya pemakzulan presiden sebagai gerakan “aneh” untuk menjatuhkan pemerintah terus berlanjut. Begitu pula pemerintah yang tetap ngotot dengan kebijakannya yang tidak prorakyat ini.

Sebagai rakyat, kita tidak cukup hanya menonton sampai di mana drama ini akan selesai. Sebelum semuanya berakhir dan harga BBM benar-benar dinaikkan, mari mainkan peran kita melalui tindakan nyata untuk mewujudkan hidup yang lebih baik dan sejahtera.

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2012/03/29/367/601604/drama-politik-kenaikan-harga-bbm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar